Setelah Fit and Proper Test, akhirnya anggota DPR dari komisi III melayakan Komjen Timur Pradopo menjadi balon Kapolri menggantikan Jendral Pol Bambang Hendarso Danuri yang akan memasuki masa pensiun.Beratkah menjadi Kapolri? Bapak Pengayom Indonesia?
Beratkah menyandang jabatan tertentu? Apalagi dibutuhkan tanggung jawab yang sangat besar?
Diluar negeri, seperti di Jepang, Perdana mentrinya mengundurkan diri karena tidak bisa merealisasikan janjinya sewaktu berkampanye, suatu perbuatan seorang yang gentlemen.
Di Indonesia, menurut Pengamat sosial kemasyarakatan Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Tubagus Januar Soemawinata menilai, pejabat di Indonesia tidak punya ‘urat malu’ sehingga tidak bakalan mau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai rasa pertanggungjawaban apabila terjadi bencana ataupun berbuat kesalahan atas kebijakannya. “Nampaknya, pejabat di Indonesia menjadikan kursi jabatan sebagai kue kekuasaan yang dinikmati, bukan amanat yang harus dipertanggungjawabkan,” ungkap Januar di Jakarta, Sabtu (6/3).
(diambil dari Jakarta Press.com)
Semua mau menyandang jabatan, tapi ogah untuk bertanggung jawab.
Semua mau menjadi PNS, jika diminta tanggungjawab akan berkata, Masa gaji sekecil ini diminta tanggung jawab sebesar itu?
Pertama menyandang jabatan dengan mengatakan amanah, mau mengabdi, mau menciptakan perubahan yang lebih baik ( mungkin lebih baik untuk dirinya sendiri...) uang bukanlah yang terutama (tapi kampanye pake uang...) Tapi lama kelamaan lupa dengan tujuan utamanya menyandang jabatan itu.
Kecenderungan untuk legowo itu nampaknya hanya sebuah slogan saja. Begitu hebat untuk dikatakan, tapi begitu susah untuk dibuktikan.
Sebenarnya, apa yang dicari dari menyandang sebuah jabatan? Apakah mencari keuntungan untuk diri sendiri, ataukah untuk bisa merealisasikan apa yang diinginkan dari desakan yang ada dalam hati semata, atau untuk kepentingan orang banyak?
Bagaimana dengan Prabowo? Yang dipaksa untuk meletakkan jabatannya ketika 1998?
Membaca buku karangan A.Prambudi, yang berjudul “KONTROVERSI KUDETA PRABOWO”, membuat saya berpikir apakah memang di Indonesia itu tidak bisa dilaksanakan suatu demokrasi yang benar-benar demokrasi?
Begitu bingungkah orang menyandang suatu jabatan, sampai kadang tidak sepantasnya seseorang yang berpikiran sangat intelek menjadi tidak berpikir intelek?
Apakah harus ditekan dan terus ditekan agar tidak keluar jalur dan rajin bercermin diri?
Demikian saya tuliskan cuplikan pembicaraan dari buku tersebut, halaman 24 dan halaman 25 :
Presiden Habibie kembali ke ruang kerja.
Pukul 09.00 Presiden meninggalkan kediaman Kuningan
menuju Istana Merdeka. Di depan tangga istana, Pangab Wiranto menantikan kedatangan Presiden, dan memohon untuk diperkenankan melaporkan keadaan di lapangan, tetapi hanya empat mata.
Dalam kesempatan bicara berdua dengan Presiden, Pangab Wiranto melaporkan bahwa pasukan Kostrad dari luar Jakarta bergerak menuju Jakarta dan ada konsentrasi pasukan di kediaman Presiden di Kuningan, demikian pula di Istana Merdeka.
Jenderal Wiranto mohon petunjuk.
Dari laporan tersebut, Presiden Habibie menyimpulkan bahwa Pangkostrad bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Pangab. Presiden Habibie langsung memberikan instruksi, "Sebelum matahari terbenam, Pangkostrad sudah harus diganti dan kepada penggantinya diperintahkan agar semua pasukan di bawah komando Pangkostrad harus segera kembali ke basis kesatuan masing-masing."
Jenderal Wiranto bertanya, "Sebelum matahari terbenam?" Presiden Habibie mengulangi, "Sebelum matahari terbenam!"
Jenderal Wiranto bertanya lagi, "Siapa yang akan mengganti?" Presiden Habibie menjawab, "Terserah Pangab." Sebelum Pangab meninggalkan ruang kerja Presiden, ia menyampaikan bahwa untuk mengamankan keluarga Presiden, ia sudah menginstruksikan agar mengumpulkan seluruh keluarga Presiden di Wisma Negara. Presiden bertanya, "Untuk berapa lama kami harus tinggal di Wisma Negara?" Tergantung perkembangan keadaan," jawab Pangab.(*)
(*) Setelah Jenderal Wiranto meninggalkannya, Presiden Habibie
memikirkan hal-hal buruk yang mungkin menimpanya. "Mengapa keluarga
saya harus dikumpulkan di satu tempat? Apakah tidak lebih aman jikalau
anak-anak dan cucu-cucu saya tinggal di tempatnya masing-masing dan
dilindungi oieh Pasukan Keamanan Presiden? Mengapa mereka harus
dikumpulkan di satu tempat?" (Detik-Detik yang Menentukan, hlm. 83-84).
"Saya teringat nasib keluarga Tsar Romanov dari Rusia yang semuanya
dibunuh di satu tempat dalam revolusi kaum Bolshevik. Pemikiran yang
mengerikan timbul." (Detik-Detik yang Menentukan, hlm. 96)
Apa yang bisa diambil disini? Penguasa yang tidak benar benar berkuasa. Menyandang jabatan yang teramat berat menjadikan pemikiran para politikus menjadi selalu berpraduga.Memang itu sah sah saja, karena politik itu kejam dan kadang tidak mengenal siapa kawan dan siapa lawan, kill or tobe killed.
Pernahkah terbayangkan untuk menjadi seorang pemimpin? Jika hanya membayangkan itu mudah, tapi disaat sudah berada didalamnya tentu akan menemui bukan sedikit hal hal yang ternyata diiluar dari apa yang sudah direncanakan dan apa yang diharapkan. Hari ini tidak akan sama dengan hari esok. Satu menit akan berbeda dengan satu menit kedepan.Semuanya tidak bisa di prediksi.Apakah dengan menyandang jabatan sebagai pemimpin, bisa benar -benar mempunyai bawahan yang loyal? Bisa benar benar menjadi pemimpin yang baik, yang tidak mementingkan dirinya sendiri?
Sebenarnya sangat lah tidak enak menjadi pemimpin, yang benar benar dituntut banyak sekali tanggung jawab.Kesalahan yang dibuat oleh departemen yang dipimpinnya sudah seharusnya menjadi tanggung jawab dari pemimpinnya. Dan jarang sekali dengan jiwa ksatria mundur dari jabatan karena merasa gagal, walaupun tidak dilakukan secara langsung oleh dirinya.
Budaya mencari kambing hitam, menyalahkan orang lain mungkin sudah sangat melekat dengan negeri ini. Apa lagi yang tersisa?
Ketika belum mendapat apa apa, dan belum menjabat apa apa, bicaranya paling keras, kritikannya paling tajam, tetapi semuanya akan berangsur memudar setelah jabatan dipegangnya.
Jabatan keren yang sedang naik daun sekarang , yaitu KORUPTOR....(walaupun dari dulu sudah ngetrend sekali, karena KPK dan Komjen Susno Duaji-lah si whistle Blower, maka koruptor jadi kelihatan kepermukaan)
Apa relevansinya? Dari memangku jabatan itu pasti akan ada arah menuju korupsi.
Bolehlah sumpah jabatan diucapkan, ikrar dibaca keras dan mantap, tapi untuk prakteknya? (apalagi tak terlepas kata kata DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH....)
Bagaimana dengan hal tersebut dalam kekristenan?
Siapkah menyandang jabatan sebagai Hamba (T)uhan? Sebagai Pendeta? Sebagai Ahli teologia?
Apalagi dengan gelar :
teologi seperti S.Th, MA, M.Div, M.Th sampai D.Min
tidak bisa dengan sembarangan. Apalagi dengan ijazah palsu atau aspal. Mengapa? Karena setiap hamba (T)uhan harus mempertanggungjawabkan semuanya itu bukan hanya kepada masyarakat umum, namun terutama kepada (T)uhan Yesus Kristus.
Hamba Tuhan atau sejenisnya, termasuk pendeta,adalah wakil dari (T)uhan di dunia yang tugasnya adalah menyampaikan Firman (T)uhan melalui kotbah, pengajaran dan sebagainya. Jabatan yang diemban bukan hanya sekedar profesi semata, tapi sebaliknya dari merekalah (T)uhan akan memberkati dan mencurahkan keselamatan serta segala berkat-Nya kepada para jemaat.
Atau, jika sudah hidup dalam kelimpahan, maka jabatan asli sebagai pendeta, yang sarat dengan panggilan, akan menjadi sampingan dan kebutuhan dunia bisa menjadi hal utama yang akhirnya menyesatkan, membutakan dan menjadikan seorang hamba (T)uhan menjadi seorang Penipu.
Bagi saya pribadi, setiap manusia yang diberikan kehidupan, memiliki suatu hubungan khusus dengan (T)uhan, dan setiap orang akan memangku jabatan sesuai dengan apa yang (T)uhan tentukan dari awal. Kepekaan dan kedekatan kepada (T)uhan-lah yang bisa menggiring kita menjadi peka dengan jabatan yang (T)uhan berikan buat kita dalam kehidupan ini.
Dunia hanya menjanjikan ketidakabadian, semuanya akan selalu berlaku sementara, Tapi (T)uhan yang Maha Kuasa- lah yang menjanjikan jabatan sejati untuk kita sebagai anak Allah.
Siapkah menyandang jabatan itu? Jika anda tidak siap, (T)uhan berkata siap, jadi tunggu apalagi?
Smile
Oktober 16th 2010
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar yang anda berikan. Tuhan Yesus Memberkati